Presiden Joko Widodo bersiap memberikan keterangan pers terkait polemik pengajuan calon tunggal Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan di Wisma Negara, Jakarta, Rabu (14/1/2015). (Antara/Andika Wahyu) |
Tribunriau, JAKARTA-
Presiden Joko Widodo menghadapi posisi sulit akibat tekanan berbagai kekuatan dalam pergantian kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).
Pengamat politik dari Populi Center, Nico Harjanto menilai posisi Presiden terjepit di antara empat penjuru kekuatan. "Istana, DPR, Kuningan, dan Teuku Umar," kata Nico dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu, 17 Januari 2015.
Posisi paling kuat dalam intervensi persoalan kapolri, menurut dia, adalah Teuku Umar. Di sana, bercokol para pimpinan partai politik yang dikomandoi oleh Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.
"Itu Sekretariat Bersama Koalisi Indonesia Hebat. Karena setiap pertemuan penting ada di situ," ujarnya.
Nico melihat, kondisi ini diduga membuat Jokowi pusing. Meskipun mantan wali kota Solo itu terus mencoba terlihat baik-baik saja.
"Saat di Surabaya, Bandung, atau Istana, dia benar-benar (terlihat) dalam problem. Ini menyusahkan sekali. Tentu kesulitan itu bagian pilihan politik juga," katanya.
Nico menilai, posisi Jokowi lemah karena sebagai Presiden, dia tidak mempunyai partai. Kondisi itu berbeda dengan Soeharto atau Susilo Bambang Yudhoyono di masa lalu.
"Soeharto bukan ketua umum Golkar, tapi ketua Dewan Pembina. Dia bisa mengendalikan. Konteks politik kita mensyaratkan begitu. Bahkan, SBY merasa harus jadi ketua umum di masa-masa terakhir," tuturnya.
Bantah titipan Mega
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), membantah isu bahwa penunjukkan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Joko Widodo atas titipan Megawati Soekarnoputri. Rumor itu muncul mengingat saat Megawati menjabat Presiden RI Budi adalah ajudannya.
"Tidak ada titip-titipan. Pak Jokowi itu kan Presiden independen. Terlalu rendah jika Pak Jokowi menjadi Presiden titip-titipan," kata Ketua DPP PDIP, Trimedya Pandjaitan, di gedung DPR, Senin 12 Januari 2015.
Dia mengakui, Megawati dan Budi punya hubungan yang sangat erat. "Ya namanya mantan ajudan, masa tidak dekat," kata anggota Komisi III DPR ini.
Dia mengatakan, Budi adalah seorang yang sudah direkomendasikan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Apalagi, Kompolnas dalam menjalankan tugasnya, turut mengawasi dan memberikan penilaian terhadap para pejabat di lingkungan Polri.
"Tentu tidak mungkin Kompolnas memberikan rekomendasi yang belum layak bagi Presiden Jokowi," kata Trimedya.
Kini, nama Budi sudah masuk ke DPR untuk dipertimbangkan. Trimedya berharap, proses fit and proper test di Komisi III berjalan lancar, seperti calon-calon Kapolri terdahulu.
Pekan depan fit and proper test atas Budi akan dimulai. "Mudah-mudahan semuanya lancar," kata Trimedya.
Budi akan menggantikan Jenderal Sutarman. Penggantian Kapolri ini relatif cepat, mengingat Sutarman baru masuk masa pensiun pada Oktober 2015. (net/isk)