Calon presiden terpilih Joko Widodo bersama calon wakil presiden Jusuf Kalla. |
Jakarta, Tribunriau- Usulan pembentukan Panitia Khusus Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dinilai sebagai bentuk ketidakdewasaan politikus terhadap hasil dari sebuah kontestasi politik, dan sangat tidak mencerminkan kehendak untuk memperbaiki sistem pemilu.
“Itu hanya sekadar alat untuk mempersoalkan hasil pemilu presiden,” kata tim pemenangan Jokowi-JK, Ferry Mursyidan Baldan, di Jakarta, Sabtu (2/8/2014).
Dilihat dari fungsinya, anggota dewan semestinya bisa melakukan pengawasan yang sifatnya mencegah dan mengawal proses pilpres sejak awal, bukan justru setelah ada hasil baru berteriak mengusulkan pembentukan Pansus Pilpres.
“Apalagi sebagian besar anggota DPR menjadi bagian dari tim sukses pasangan calon presiden, sehingga sangatlah tidak pas jika mereka menggunakan kewenangan lembaga negara untuk kepentingan partisan,” katanya.
Ferry mempertanyakan fungsi pansus, karena tidak ada kejanggalan terhadap kebijakan negara terkait penyelenggaraan Pilpres 2014. “Bukankah pansus berfungsi untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan yang diduga merugikan negara? Dalam kasus pilpres, apanya yang mau diselidiki atau terhadap hasil pilpresnya?” tukas mantan anggota DPR ini.
Melaksanakan pilpres adalah perintah konstitusi dan UU, bukan kemauan KPU, sedangkan hasil pilpres adalah wujud pilihan atau kehendak rakyat. “Apakah kita punya hak untuk marah atau tidak suka terhadap pilihan rakyat dalam menggunakan hak politiknya?” ketus Ferry.
Dari segi waktu, menurut Ferry, keanggotaan DPR saat ini (periode 2009-2014) akan berakhir pada 30 September 2014, praktis hanya tersisa 42 hari kerja, karena tanggal 1 Oktober 2014 anggota DPR periode 2014-2019 hasil pileg yang lalu akan dilantik.
“Cukup waktukah bagi anggota DPR saat ini yang akan segera berakhir merumuskan 'pekerjaan' baru dalam bentuk pansus? Bukankah akan lebih baik jika DPR sekarang fokus pada penyelesain tugas-tugas yang belum tuntas?” tambah Ferry.(mtnc)